Bismillahirrahmaanirrahiim.
Ikhwan wa akhwat rahimakumullah jami’an.
Ramadhan ini sering disebut sebagai Syahrul Qur’an; posisi Al Qur’an
di bulan ini sangat significant dibandingkan bulan-bulan lain. Selagi
Anda semua terus beribadah menyempurnakan shaum dan qiyam di bulan ini,
ada sebuah INSPIRASI besar yang ingin disampaikan. Semoga dengan segala
kelebihan, keberkahan, dan kesiapan ruhiyah kita di bulan ini; kita bisa
memetik sebaik-baik hikmah amalan, untuk dijalankan. Amin Allahumma
amin.
DALIL SYAR’I
Ada beberapa hadits Nabi Shallallah ‘Alaihi Wasallam terkait Al Qur’an. Nabi pernah bersabda: “Khairukum man ta’allamal qur’an wa ‘allamahu”
(sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al Qur’an dan
mengajarkannya). Di kesempatan lain, beliau menyuruh kita untuk selalu
membaca Al Qur’an: “Iqra’ul qur’ana fa innahu saya’ti yaumal qiyamati syafi’an li ashabih”
(bacalah Al Qur’an itu, karena ia kelak akan datang di Hari Kiamat
sebagai penolong bagi para sahabatnya -sahabat Al Qur’an-). Dua riwayat
ini shahih semua. Riwayat pertama menjelaskan kedudukan orang-orang yang
selalu belajar-mengajar Al Qur’an. Riwayat kedua menjelaskan, bahwa Al
Qur’an kelak akan menjadi SYAFAAT (penolong) bagi para pecintanya.
Dalam riwayat lain, seorang sahabat pernah bertanya kepada Nabi Shallallah ‘Alaihi Wasallam:
“Bilakah terjadi Hari Kiamat?” Nabi tidak langsung menjawab, tetapi
beliau malah berkata: “Apa yang engkau telah siapkan untuk menghadapi
Hari Kiamat?” Kemudian sahabat itu berkata: “Aku mencintai Allah dan
Rasul-Nya.” (Maksudnya, persiapan yang dia miliki untuk menghadapi Hari
Kiamat ialah dengan mencintai Allah dan Rasul-Nya). Lalu Nabi berkata, “Al mar’u ma’a man ahabbu” (seseorang itu kelak akan bersama siapa saja yang dicintainya).
Jika kita mencintai Al Qur’an, maka kelak kita akan bertemu dan
bersanding dengan yang kita cintai (Al Qur’an). Maka riwayat-riwayat ini
mendorong kita semua untuk mencari jalan dalam mencintai Al Qur’an.
Janganlah seorang Muslim berhenti, istirahat, atau merasa santai;
sebelum dia menemukan jalan untuk mencintai Al Qur’an.
PRINSIP MENCINTAI AL QUR’AN
Ada beberapa prinsip penting dalam mencintai Al Qur’an, yaitu sebagai berikut:
[1]. Kita bisa mencintai Al Qur’an dengan membacanya (tilawah), atau menghafalnya (tahfizh), atau memahami isinya (tafhim), atau mengajarkannya (ta’allum), atau melakukan studi atasnya (dirasah).
[2]. Pilih salah satu dari cara yang paling
memungkinkan kita lakukan, sesuai kesempatan yang ada, kemampuan yang
dimiliki, serta kebutuhan yang paling urgen bagi kita. Boleh juga
dilakukan kombinasi dua cara atau lebih.
[3]. Hendaknya kita setiap hari (daily) terus
berinteraksi dengan Al Qur’an, sesuai cara yang telah kita pilih.
Usahakan, jangan sekali pun lalai dari berinteraksi dengan Al Qur’an,
meskipun hanya sedikit yang kita peroleh. Prinsipnya, amal terbaik di
sisi Allah ialah yang dawam (kontinue), meskipun sedikit jumlahnya. Dalam riwayat disebutkan: “Adwamuha wa in qolla” (yang terus-menerus, meskipun sedikit). Perkara yang dihargai disini ialah KONSISTENSI kita, bukan kuantitas amalan.
[4]. Lakukan upaya membaca, atau menghafal, atau
memahami, atau studi secara runut dari awal sampai akhir; maksudnya,
dari sejak Surat Al Fatihah sampai Surat An Naas. Jangan
meloncat-loncat, jangan serabutan; jalan bolak-balik dari depan ke
belakang, lalu belakang ke depan; pokoknya bersifat runut dari awal
sampai akhir. Mengapa demikian? Karena memang urutan-urutan itu telah
ditetapkan oleh Allah Ta’ala; setiap bulan Ramadhan Jibril ‘Alaihissalam
selalu memeriksa bacaan Al Qur’an Nabi. Urut-urutan ini harus kita
hormati dan agungkan, sebagaimana Allah Ta’ala dan Rasul-Nya telah
meridhai urut-urutan itu.
[5]. Jika Anda sudah menemukan cara terbaik dalam
mencintai Al Qur’an; sesuai keadaan Anda, kemampuan yang Anda miliki,
sesuai kebutuhan paling urgen, sesuai kesempatan yang ada; dan Anda
mulai mendapatkan banyak keberkahan dari upaya mencintai Al Qur’an ini;
maka pelihara amal Qur’ani harian ini sampai engkau
berjumpa Rabb-mu. Pelihara terus, pelihara sekuat tenaga, secara
konsisten, sampai kita benar-benar menjadi sahabat Al Qur’an. Bisa jadi,
suatu masa kita akan mengubah cara kita; tidak mengapa, sebab memang
hal ini termasuk bagian dari keluasan agama kita; namun nanti setelah
memilih cara baru, harus konsisten juga. Pendek kata, jangan sampai
kehilangan amal Qur’ani harian ini.
Secara Syariat Islam, kita tidak diwajibkan untuk menghafal Al
Qur’an, atau tidak diwajibkan mengkhatamkan Al Qur’an setiap 3 hari,
setiap seminggu, atau setiap bulan. Tidak ada kewajiban seperti itu,
sebab amaliyah Qur’an bersifat mastatha’tum (sesuai kesanggupan
kalian). Namun mencintai Al Qur’an adalah pilihan terbaik, jika kita
ingin dimudahkan dalam kehidupan dunia, dan diselamatkan di Akhirat
nanti (melalui syafaat Al Qur’an).
AMAL HARIAN PRAKTIS
Secara praktis, upaya mencintai Al Qur’an ini bisa dilakukan dengan alternatif cara sebagai berikut…
[a]. Membaca Al Qur’an, rutin satu halaman setiap hari. Jika mampu
lebih dari satu halaman, silakan; tetapi harus konsisten, merasa ringan,
dan bersemangat.
[b]. Menghafal Al Qur’an per hari 5 ayat, atau setengah halaman, bila
mampu. Bila mampu lebih dari itu, misalnya satu halaman per hari, itu
sangat baik. Hafalan sedikit-sedikit tidak mengapa, asalkan konsisten.
[c]. Memahami ayat Al Qur’an dan terjemahnya (tadabbur), satu pasal
setiap hari. Pada Al Qur’an dan Terjemahnya, terbitan Depag RI, materi
ayat-ayat sudah disusun berdasarkan pasal-pasal. Jika kita setiap hari
bisa membaca satu pasal ayat dan terjemahnya, itu sangat baik. Sekali
lagi, asalkan konsisten, bukan angin-anginan.
[d]. Mempelajari tafsir Al Qur’an, ayat demi ayat, rutin setiap hari.
Jika mampu membaca beberapa versi tafsir Al Qur’an, itu lebih baik.
[e]. Membaca Al Qur’an dengan tajwid yang sempurna, misalnya 3 ayat 3 ayat, setiap hari. Silakan jika mampunya demikian.
[f]. Mengejar bacaan Al Qur’an, setiap hari 1 juz, atau 1/2 juz.
Targetnya memperbanyak khatam Al Qur’an. Kalau sehari 1 juz, sebulan
khatam; kalau sehari 1/2 juz, dalam dua bulan baru khatam. Membaca 1/4
juz, juga tidak apa-apa. Asalkan rutin setiap hari dan konsisten.
[g]. Menghafal Al Qur’an surat demi surat. Boleh dimulai dari juz 30,
lalu juz 29, lalu juz 28, dan seterusnya. Dimulai dari surat-surat
pendek sampai surat-surat panjang seperti Al Baqarah, Ali Imran, An
Nisaa’, Al Maa’idah, dan lainnya.
[h]. Hanya membaca terjemah Al Qur’an, tanpa membaca ayatnya, sehari
misalnya membaca 1 juz terjemah Al Qur’an, seperti layaknya membaca
buku. Ini tidak apa-apa, jika kita memang mampunya demikian. Tetapi
saat-saat tertentu, tetap harus membaca ayatnya sesuai kaidah tajwid;
sebab terjemahan itu jelas bukan lafazh asli dari Al Qur’an.
[i]. Menghafal nama-nama Surat Al Qur’an, nomer suratnya, jumlah
ayatnya, latar-belakang nama surat, dan isi umum yang terkandung dalam
surat tersebut. Boleh menghafal pengetahuan demikian. Tetapi saat-saat
tertentu tetap harus membaca ayat aslinya, karena ia memiliki keutamaan
sebagai amal Tilawah Qur’an.
[j]. Membaca ayat-ayat tertentu pada Al Qur’an dengan melagukannya
(qira’ah). Misalnya dengan menggunakan lagu Baiyati, Hijaz, Rast,
Nahawand, dan lainnya. Tetapi harus tetap menyediakan waktu untuk
membaca ayat-ayat Al Qur’an secara tartil, sesuai kaidah-kaidah tajwid.
Karena asas bacaan Al Qur’an adalah tartil; sedangkan melagukan ialah
dalam rangka mencintai dan mengagungkan ayat-ayat Al Qur’an.
[h]. Dan lain-lain cara yang kita sanggupi, mampu lakukan, dan butuhkan.
Pilihlah salah satu di antara sekian cara untuk mencintai Al Qur’an.
Lakukan hal itu sebagai AMALAN HARIAN, dan terus lakukan secara
konsisten. Jangan melihat kuantitas, tetapi lihatlah sisi
konsistensinya. Hal inilah yang berharga di sisi Allah, karena kita
selalu menyediakan waktu setiap hari untuk dekat dan mencintai
Kitabullah.
MASALAH SERIUS
Problem yang sering muncul ketika kita mulai mencintai Al Qur’an adalah omongan was-was
yang keluar dari lisan-lisan manusia. Was-was itu begitu menyesakkan
dada, sehingga seringkali membunuh keinginan seorang insan untuk
mencintai Kitabullah.
Misalnya, kita sudah rutin setiap hari membaca Al Qur’an satu
halaman. Hal ini sudah disesaikan dengan kesempatan, kemampuan,
kebutuhan, serta kondisi sekitar. Tidak banyak memang, hanya 1 halaman
per hari. Tetapi hal itu rutin dilakukan, setiap hari, secara konsisten;
dan kita sudah merasakan hasil barakah ruhani dengan amalan harian itu.
Lalu datang seseorang mencela amal kita itu. Katanya, amal Al Qur’an
kita terlalu sedikit.
Orang itu berkata: “Imam Syafi’i saja setiap Ramadhan, setiap hari
beliau bisa khatam. Di Mesir ada shalat tarawih yang setiap malam
menghabiskan 10 juz. Di India malah ada shalat tarawih yang khatam 30
juz dalam semalam. Mestinya kalau sudah berumur 20 tahun, kita sudah
hafal Al Qur’an. Di Saudi banyak anak SMA sudah hafal Al Qur’an. Syaikh
Qaradhawi hafal Al Qur’an saat usia 10 atau 12 tahun. Mestinya dalam
sehari kita bisa menghabiskan 10 juz Al Qur’an, sehingga dalam 3 hari
kita sudah khatam. Minimal, kita khatam sekali dalam sebulan. Anak-anak
SD mestinya ketika lulus SD, dia sudah hafal 6 juz; anak SMP saat lulus
hafal 6 juz; anak SMA saat lulus hafal 8 juz; seorang mahasiswa saat
lulus sarjana hafal 8 juz; sehingga total hafal 30 juz.”
Cara menjawab perkataan seperti itu, antara lain…
Jangan samakan diri kita dengan Imam Syafi’i yang memang hafal Al
Qur’an, mumpuni dalam bahasa Arab, Sastra, dan Tafsir. Beliau sendiri
berkecimpung penuh dalam pelayanan ilmu-ilmu keislaman. Imam Syafi’i
hidup di tengah masyarakat Islami yang mendapatkan perlindungan penuh
dari negara. Sementara kita hidup di negeri sekuler yang negara tidak
bisa diandalkan untuk menjaga agama, jiwa, harta, akal, dan keturunan
kaum Muslimin.
Kalau ada orang yang mampu melakukan amal-amal yang banyak seputar Al
Qur’an; bisa jadi dia adalah ulama, atau calon ulama; atau dia
sehari-hari memang memiliki banyak kesempatan dan fasilitas untuk itu;
atau dia belum berkeluarga sehingga masih banyak menikmati kebebasan
situasi. Dan kita berharap dia benar-benar telah menjalankan kata-kata
yang dia omongkan itu; sebab banyak terjadi, para penceramah, khatib,
ustadz, murabbi, dll. mereka berbicara tinggi tentang Al Qur’an,
sementara mereka sendiri tidak menjalani hal itu.
Kalau kita mampu dan diberi kesempatan melakukan amal-amal yang
banyak seputar Al Qur’an, ya lakukan hal itu. Dulu para tahanan politik
di era Orde Baru; mereka setiap hari selama di penjara bisa
sepuas-puasnya membaca Al Qur’an; tetapi ketika mereka sudah keluar dari
penjara, langsung drop kuantitasnya. Jika kita mampu, ada peluang, dan
merasa mencintai; tidak mengapa beramal sebanyak-banyaknya.
Tetapi jika kita memang mampunya beramal sedikit, sesuai kemampuan
dan kesempatan yang ada, ya lakukan yang sedikit itu. Jangan takut
dengan omongan orang! Lakukan apa yang bisa dilakukan. Toh, sejujurnya
kita tidak diwajibkan mencapai kuantitas sekian dan sekian. Tetapi kita
harus berusaha mencintai Al Qur’an, agar ia menjadi sahabat kita dalam
kehidupan sehari-hari; dengan demikian kita bisa berharap kelak di
Akhirat akan mendapat syafaat dari Kitabullah Al Karim tersebut.
Demikian yang bisa disampaikan. Semoga risalah sederhana ini
bermanfaat dan bisa diamalkan. Allahumma amin. Mulailah mencari jalan
untuk mencintai Kitabullah! Jadikan ia sebagai amal harianmu, dan
pelihara amal itu secara dawam (kontinue). Amal terbaik di sisi Allah
ialah yang kontinue, meskipun sedikit sedikit. Wallahu a’lam bisshawaab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar