“Kecerdasan anak akan
berkembang pesat melalui interaksi intensif dengan lingkungan sekitar.
Jika tidak ada interaksi, kecerdasan anak justru tidak akan
berkembang. Sementara, pengajaran calistung pada usia dini justru akan
semakin menjauhkan anak dari interaksi dengan lingkungan. Oleh karena
itulah, pengajaran calistung pada anak usia dini tidak diperbolehkan,”
ungkap Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Luar Sekolah (PLS)
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), Dr. Ace Suryadi. Bahkan,
menurut Dr. Ace Suryadi, di negara maju seperti Amerika Serikat dan
Australia, pengajaran calistung pada anak usia dini telah dilarang.
“Hanya Indonesia yang masih memperbolehkan dan justru bangga jika
berhasil mengajarkan calistung pada anak yang berusia di bawah 6
tahun,” ujarnya menegaskan.
Dia menilai, alangkah lebih baiknya jika
anak usia dini diajarkan untuk berbicara atau mengembangkan kemampuan
motoriknya secara terprogram dan sistematis. Namun, jika keinginan
belajar calistung itu berasal dari diri anak secara langsung, menurut
Ace, itu sah-sah saja. “Yang penting, jangan ada unsur paksaan bagi si
anak agar ia mau belajar calistung,”tuturnya.
Salah kaprah
Namun, menurut pakar budaya di Jawa
Barat, Popong Otje Djundjunan, yang terjadi di Indonesia justru
sebaliknya. Orangtua justru berlomba-lomba berusaha untuk membuat
anaknya yang masih berusia balita pandai calistung. “Masih banyak
implementasi proses pendidikan di Indonesia yang justru salah kaprah.
Orang tua bangga jika anaknya yang masih
balita sudah pandai calistung,” katanya. Hal itu, lanjut Popong, tidak
terlepas dari banyaknya penyimpangan sistem pendidikan mulai dari
tingkat sekolah dasar. “Tidak sedikit sekolah dasar yang mensyaratkan
agar calon siswa yang mendaftar ke sekolah tersebut telah memiliki
kemampuan calistung yang baik. Bahkan, ada sekolah yangdengan
terang-terangan menolak calon siswa yang belum bisa calistung,”
tuturnya.
Dia menilai, hal itu merupakan kebijakan
yang salah. Pasalnya, mengajarkan anak untuk pandai membaca, menulis,
dan berhitung sesungguhnya merupakan tugas guru sekolah dasar, bukannya
pendidik usia dini. “Saya berharap, pemerintah segera melakukan
tindakan tegas. Kalau bisa, secepatnya menyebarkan surat edaran, yang
isinya melarang sekolah dasar memberlakukan syarat bisa calistung untuk
calon siswa. Ini demi memperbaiki sistem pendidikan nasional. Karena
pada dasarnya kebijakan untuk mengajarkan calistung pada anak usia dini
tidak dibenarkan,” tuturnya.
sumber: http://paudcenter.info dalam http://kbtkitihya.wordpress.com/2008/06/09/calistung-pada-paud-salah-besar/
setelah membaca artikel diatas saya
merasa agak lega. ternyata masalah yang dialami putriku nadzira, 4 tahun
dalam kemampuannya dalam belajar calistung tidak perlu membuatku
sangat risau. karena memang masih dalam usia yang belumlah terlambat
untuk bisa calistung, meskipun teman-teman sebayanya disekolah sudah
menunjukkan perkembangan yang lebih baik.
Meskipun sebenarnya kemampuannya
dalamhal calistung tidak nihil sama sekali. hal yang paling dia sukai
adalah menulis. Barangkali dia ingin menjadi penulis
. untuk kemampuan membancanyapun sudah bisa mengeja sampai bacaan ba,
ca, da, ……..sampai ka-; untuk huruf yang selanjutnya dia masih
membutuhkan bantuan gambar untuk mengidentifikasi suku katanya. Untuk
berhitung, dia juga sebenarnya sudah bisa melakukan perhitungan
sejumlah benda.
TAPI saya terinspirasi dengan sebuah Papan Iklan di Pinggir jalan kota Yogyakarta. begini bunyinya
“ANAK LAMBAT BELAJAR< ANAK HIPERAKTIF, BERHAK MENJADI ANAK SHOLEH 388422 (kalo ga salah itu nomor telponnya)”
Maka dalam menghadapi kasus putriku ini,
sebagai orang tua saya perlu untuk memberikan prioritas pendidikan
pada hal emosional dan spritual. Maunya sih semuanya bisa jalan bareng,
tapi kalau kemampuan anak juga terbatas, dari pada dia merasa stress
dan terpaksa, tentu saya perlu bersabar terutama jika saya harus
membandingkan dengan tema-temannya disekolah. Mudah-mudahan perkembangan
emosional dan spritualnya yang baik mampu memacu kemampuan
Intelektualnya-koqnitif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar