Mungkin kita sudah mati dan jasad kita
dikubur entah dimana, atau sedang tua renta sehingga harus berpegangan tongkat
untuk berjalan; atau sedang
menjemput syahid di jalan Allah di hari yang sama dengan jam saat kita
berbincang di tempat ini; atau kita sedang menunggu kematian datang dengan
kebaikan yang besar dan bukan keburukan. Allahumma Amin……….
50 Tahun Yang Akan Datang…
Anak-anak kita mungkin sudah tersebar di
seluruh dunia. Saat itu, mungkin ada yang sedang menggugah inspirasi umat Islam
seluruh dunia, berbicara dari Mesir hingga Amerika, dari Makkah Al Mukarramah
hingga Barcelona. Ia menggerakan hati dan melakukan proyek-proyek kebaikan, sehingga kota-kota yang pada zaman keemasan Islam yang
terang benderang oleh cahaya-Nya, dari Gibraltar hingga Madrid, dari Istambul hingga Shenzhen, kembali dipenuhi gemuruh takbir saat
pengujung malam datang. Sementara siangnya mereka seperti singa kelaparan yang
bekerja keras menggenggam
dunia. Mereka membasahi tubuhnya dengan keringat karena kerasnya mereka bekerja
meski segala fasilitas telah mereka dapat, sementara di malam hari mereka
membasahi wajah dan hatinya dengan air mata karena besarnya rasa takut kepada
Allah Ta`ala. Rasa takut yang bersumber dari cinta dan taat kepada-Nya.
Ya, mereka
bekerja keras meski harta sudah di tangan. Mereka gigih merebut dunia bukan
karena gila harta dan takut mati (hubbud-dunya wa karahiyatul-maut),
melainkan karena mereka ingin menjadikan setiap detik kehidupannya untuk
menolong agama Allah `Azza wa Jalla dengan mengambil fardhu kifayah yang belum
banyak tertangani. Mereka gigih bekerja karena mengharap setiap tetes keringatnya dapat menjadi
pembuka jalan ke surga.
Kelak (izinkan
saya bermimpi) anak-anak kita bertebaran di muka bumi. Mereka
berjalan di muka bumi meninggikan kalimat Allah, menyeru kebenaran dengan cara
yang baik (amar ma`ruf), saling mengingatkan untuk menjauh dari
kemungkaran dan mengingat Allah ta`ala dengan benar. Tangan mereka
mengendalikan kehidupan, tetapi hati mereka merindukan kematian. Bukan karena
jenuh menghadapi hidup dan
berputus asa terhadap dunia, melainkan karena kuatnya keinginan untuk pulang ke
kampung akhirat dan mengharap
pertemuan dengan Allah dan Rasul-Nya.
Mereka inilah
anak-anak yang hidup jiwanya.
Bukan cuma sekedar cerdas
otaknya. Mereka inilah anak-anak
yang kuat imannya, kuat ibadahnya, kuat ilmunya, kuat himmahnya, kuat
ikhtiarnya, kuat pula sujudnya. Dan itu semua tak akan pernah terwujud jika
kita tidak mempersiapkannya
hari ini!
50 Tahun
Yang Akan Datang…
Di negeri ini…,
kita mungkin menemui pusara bapak-bapak yang hari ini sedang mewarnai anak-anak kita. Mereka terbujur tanpa nisan
tanpa prasasti, sementara hidangan di surga telah menanti. Atau sebaliknya,
beribu-ribu monumen berdiri
untk mengenangnya, sementara tak ada lagi kebaikan yang diharapkan. Mereka menjadi
berhala yang dikenang dengan perayaan, tetapi tak ada doa yang membasahi lisan
anak-anaknya. Na`udzubillahi
min dzalik.
Betapa banyak
pelajaran yang betabur di sekeliling kita; dari orang yang masih hidup atau mereka yang sudah tiada.
Tetapi betapa sedikit yang kita renungkan. Kisah tentang K.H Ahmad Dahlan yang
mengulang-ulang pembahasan
tentang al-ma`un hingga
menimbulkan pertanyaan dari murid-muridnya, masih kerap kita dengar. Jejak-jejak kebaikan berupa rumah sakit, panti asuhan,
dan sekolah-sekolah juga
masih bertebaran. Tetapi, jejak-jejak ruhiyah dan idealisme yang membuat K.H Ahmad Dahlan bergerak menata
akidah umat ini, rasanya semakin lama semakin sulit kita lacak.
Tulisan
Hadtratusy-Syaikh Hasyim Asy`ari, sahabat dekat K.H Ahmad Dahlan, yang mendirikan
Nahdlatul Ulama, masih bisa kita lacak, meski semakin langka. Tetapi, jejak-jejak ruhiyah dan idealisme sulit kita
temukan. Apa yang dulu diyakini haram oleh Hadratusy-syaikh, hari ini justru
dianggap wajib oleh mereka yang merasa sebagai pengikutnya.
Apa artinya?
iman kita wariskan, kecuali hari ini kita didik mereka dengan sungguh-sungguh untuk mencintai Tuhannnya.
Keyakinan, cara pandang, idealisme juga tidak bisa diwariskan ke dada mereka
kalau hari ini kita hanya sibuk memikirkan dunianya. Bukan akhiratnya. Atau
kita persiapakan mereka menuju akhirat, tetapi kita hanya bekali mereka dengan kekuatan, keterampilan, dan
ilmu untuk memenangi hidup di dunia dan menggenggam dengan tangan mereka. Betapa banyak anak-anak yang dulu rajin puasa Senin-Kamis, tetapi ketika harus bertarung welawan
kesulitan hidup, imannya yang berubah Senin-Kamis. Kadang ada, kadang nyaris tak tersisa. Na`udzubillah
min dzalik.
Teringatlah saya
dengan perkataan Nabi Ya`qub saat menghadapi sakaratul maut. Allah Ta`ala mengabadikannya
dalam Surat Al Baqarah ayat 133:
Adakah kamu
hadir ketika Ya`qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata pada anak-anaknya: ”Apa yang kamu sembah
sepeninggalku?”,
Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim,
Isma`il, dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya“ (QS. Al –Baqarah: 133).
Ya, inilah
pertanyaan Nabi Ya`qub `Alaihi-salam, Maa ta`buduuna min ba`di? Apakah yang
akan kalian sembah sepeninggalku? Bukan, “Maa ta`kuluuna min ba`di? apa yang
kalian makan sesudah aku tiada?”
Lalu, seberapa
gelisah kita hari ini? Apakah kita sibuk memperbanyak tabungan agar kelak
mereka tidak kebingungan cari makan sesudah kita tiada? apakah kita bekali
mereka dengan tujuan hidup, visi besar, semangat yang menyala-nyala, budaya belajar yang tinggi, iman
yang kuat dan kesediaan berbagi karena Allah. Kita hidupkan
jiwanya dengan bacaan yang bergizi, nasihat yang menyejukan hati, dorongan yang
melecut semangat, tantangan yang menggugah, dan dukungan
pada saat gagal sehingga ia merasa kita perhatikan. Kita nyalakan tujuan hidupnya dengan mengajarkan
mereka untuk mengenal
Tuhannnya. Dan, kita bangun visi besar mereka dengan menghadirkan kisah orang-orang besar sepanjang sejarah; orang-orang saleh yang telah memberi warna bagi
kehidupan ini, sehingga mereka menemukan figur untuk dipelajari, dikagumi, dan
dijadikan contoh.
50 tahun
mendatang anak kita, hari inilah menentukannya. Semoga warisan terbaik kita
untuk mereka adalah pendidikan yang kita berikan dengan berbekal ilmu dan
kesungguhan. Kita antarkan pesan-pesan itu dengan cara yang terbaik. Sementara doa-doa yang kita panjatkan dengan tangis dan air
mata, semoga mengenapkan yang kurang, meluruskan yang keliru, menyempurnakan
yang baik dan diatas semuanya, kepada siapa lagi kita meminta selain
kepada-Nya?
Ya Allah…,
ampunilah aku yang lebih sering lalai daripada ingat, yang lebih sering zhalim dari pada adil, yang sering bakhil
daripada berbagi karena mengaharap ridha-Mu, yang lebih banyak jahil daripada
mengilmu setiap tindakan, yang lebih banyak berbuat dosa daripada melakukan
kebajikan…
Ya Allah Yang
Maha Menggenggam langit dan
bumi… Kalau sewaktu-waktu
Engkau cabut nyawaku, jadikanlah ia sebagai penutup keburukan dan pembuka
kebaikan. Kalau sewaktu-waktu
Engkau cabut nyawaku, jadikanlah ia sebagai jalan perjumpaan dengan-Mu dan
bukan permulaan musibah yang tak ada ujungnya. Jadikanlah ia sebagai penggenap
kebaikan agar anak-anak kami
mampu berbuat yang lebih baik untuk agamamu.
Ya Allah, jangan
jadikan kami penghalang kebaikan dan kemuliaan anak-anak kami, hanya karena kami tak mengerti mereka. Amin…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar